Kamis, 13 Oktober 2011

Lapor Pulsa Tersedot, Pelapor Malah Digugat Balik

Lapor Pulsa Tersedot, Pelapor Malah Digugat Balik:
Mari Budayakan :rate5 Sebelum Membaca +:sundulgans:sundulgans:sundulgans:sundulgans+



Quote:









sebelumnya ane berharap dari agan/aganwati setelah membaca, berkenan tinggalkan komen dan saya berharap diberi

:cendolbig:cendolbig:cendolbig






Quote:









BUKTI NO REPOST GAN


Spoiler for image:












Quote:









Lapor Pulsa Tersedot, Eh Malah Digugat Balik

Dituduh Cemarkan Nama Baik Content Provider




Tergerak mengikuti imbauan polisi, malah dilaporkan ke polisi. Nasib itulah yang dialami Feri Kuntoro. Warga Matraman, Jakarta Timur ini terancam dipidana karena melaporkan penyedotan pulsa yang dialaminya. Bagaimana kisahnya? Berikut liputan Rakyat Merdeka. Ini bermula dari ramainya pemberitaan mengenai kasus pe nyedotan pulsa yang merugikan konsumen. Selasa malam (4/10), Feri mengisi waktu luang dengan membuka-buka situs berita melalui BlackBerry. Ia tertarik membaca pemberitaan mengenai kasus penyedotan pulsa. “Kebetulan seharian itu portal berita de*ik.com banyak memberitakan tentang maraknya kasus penyedotan pulsa,” ujarnya. Perhatian Feri kemudian tertuju kepada satu berita tentang imbauan polisi. Berita itu mengutip pernyataan Kasubdit Cyber Crime Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Hermawan. Poin dari imbauan itu mengatakan bahwa kepolisian tidak akan bisa bertindak kalau tidak ada masyarakat yang merasa dirugikan. “Beliau sekaligus mengimbau kepada masyarakat yang merasa terzalimi atau merasa di rugikan dipersilahkan melapor. Jadi katanya, polisi akan bertindak kalau ada laporan dari masyarakat,” ucapnya. Istri Feri juga menonton ta yangan berita di televisi mengenai penyedotan pulsa. Tayangan itu berita itu menginformasikan bahwa Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menerima lebih 9.000 laporan dari mengenai hal ini lewat nomor pengadukan 159.





Keesokan harinya, Feri datang ke Sentra Pelayanan Polda Metro Jaya untuk membuat laporan mengenai penyedotan pulsa.

“Saya dengan lugunya lapor ke polisi, karena saya dapat imbauan. Jujur saja kalau saya tidak baca berita malam itu, saya tidak punya niat melapor ke polisi,” ujarnya. Kepada polisi, pria berusia 36 tahun ini menjelaskan dia registasi via SMS ke no mor *933*33# karena tergiur hadiah BlackBerry.

“Saya lihat di tayangan televisi swasta sekitar pukul 00.30 WIB pada Maret,” ujarnya.

Alih-alih mendapat hadiah BlackBerry, ternyata dia menerima pesan pendek berupa informasi seputar artis yang diikuti dengan tautan ke laman tertentu dari nomor 9133. Pegawai swasta itu juga mendapat nada dering yang tidak pernah dia pesan. Karena SMS itu, tiap hari pulsa saya terpotong Rp 2.000 dan Rp 15.000 untuk satu nada dering,” kata dia. Akibatnya pelanggan pascabayar sebuah operator seluler tersebut harus merogoh kocek Rp 50-60 ribu perbulan mulai dari Maret sampai 5 Oktober lalu. Jumlah tersebut di luar biaya pembicaraan telepon dan pesan pendek reguler. “Biasanya setiap bulan saya bayar Rp 180 ribu. Karena untuk layanan Blackberry otomatis kena biaya Rp 99 ribu. Selebihnya biaya untuk content provider. Soalnya nomor pascabayar saya nggak pernah dipakai buat nelpon dan SMS. Dalam laporan ke polisi kerugian sebesar Rp 450 ribu. Segitulah kurang lebihnya,” tuturnya.

Sebelum melapor ke polisi, Feri sudah berkali-kali mencoba memutus langganan SMS premium itu dengan mengirim pesan “unreg” ke *933*33#. Feri masih mengingat betul ketika pertama kali melakukannya. Yakni pada 24 Maret 2011. “Saya mencoba unreg itu ketika sedang menghadiri sebuah acara perlombaan sekolah anak di Ancol. Saya ingat banget sibuk unreg di Sea World, tapi nggak bisa-bisa,” tuturnya. Upaya gagal, kiriman SMS dari content provider tetap mengalir masuk. Feri sudah melapor ke pelayanan konsumen operator seluler tersebut, tapi tak banyak membantu.

“Petugas hanya bi lang SMS itu di luar provider dan unreg harus dilakukan sendiri melalui pesan pendek,” kata Feri.





Dalam laporan polisi bernomor TBL/3409/X/2011/PMJ/Dit Reskrimum, Feri mengadukan dugaan tindak pidana yang me langgar Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektonik (ITE) dan UU tentang Perlindungan Konsumen. Ayah tiga anak ini berharap polisi segera mengusut laporannya mengenai penyedotan pulsa dengan memanggil pihak-pihak terkait dalam laporannya. “Saya harap polisi bertindak cepat untuk buktikan laporan saya ini benar atau tidak. Silakan polisi melihat, apakah laporan saya bohong atau tidak karena saya sudah menyerahkan bukti rekapan ke polisi. Saya ingin polisi cepat bertindak kalau tidak data itu bisa cepat dihapus. Saya khawatir itu dilakukan oleh operatornya,” kata dia. Feri juga berharap polisi segera mengusut laporan secara profesional. Karena, menurutnya, pengi riman SMS konten sangat meresahkan warga. “Polisi butuh input dari ma syarakat karena sudah banyak masyarakat yang mengeluh. Saya hanya berharap agar ini tidak merugikan masyarakat,” jelasnya. Harapan yang sama ditujukan kepada Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kemen komin fo) yang dipimpin politisi PKS Ti fatul Sembiring. “Polisi dan Kemenkominfo saya harapkan segera bertindak. Ini menyangkut banyak konsumen yang menjadi korban,” ujarnya. Selang beberapa hari, PT Co libri Networks, penyedia layanan konten atau content provider (CP) dengan nomor 9133 mela porkan balik Feri ke Polres Jakarta Selatan. Feri dituduh pencemaran nama baik perusahaan itu.

Meski begitu, Feri tidak khawatir. “Lawyer saya juga sudah mengingat kan. Saya bukan bluffing, karena punya bukti rekapannya. Saya berani menghadapi perusahaan sebesar apapun, karena saya merasa benar. Saya mengalami sendiri, bukan katanya-katanya,” tegasnya.





Feri juga mengatakan tidak bermaksud mencemarkan nama PT Colibri Networks dengan membuat laporan ke Polda Metro Jaya. “Saya nggak pernah menyebut nama perusahaannya karena saya juga tidak tahu apa perusahaan nya. Saya juga tidak tahu PT Co libri itu siapa. Yang saya sebut hanya nomor 9133. Lalu saya dituduh mencemarkan nama baik. Apanya yang dicemarkan? Kan ada bukti rekapnya. Kecuali ka lau saya tidak punya bukti,” katanya. Feri mengatakan tak memiliki motif tersembunyi di balik pelaporannya ke polisi. Ia pun membantah jika dirinya didukung oleh perusahaan pesaing PT Colibri. “Saya bukan orang yang suka cari masalah, ngapain cari masalah. Saya juga bukan orang kaya. Saya punya tiga anak masih kecil-kecil, saya nggak punya perusahaan. Kalau dibilang saya menjelekkan karena persaingan bisnis, saya bukan siapa-siapa. Yang saya laporkan, apa yang benar-benar saya alami,” jelasnya. Oleh sebab itu, Feri merasa bingung dengan adanya tuduhan pencemaran nama baik terhadap dirinya. Padahal, dia merasa justru menjadi korban dari layanan itu. “Saya yang mengalami kerugian ini. Masak saya korban dua kali. Tapi ya sudahlah, ini sudah jadi nasib saya. Saya pikir apapun itu, harus saya terima. Tapi to longlah pihak aparat yang mengimbau, tolong dong segera di proses. Saya nggak mau dibilang bohong,” harapnya. Feri pun mengimbau, masyarakat yang merasa menjadi korban mengikuti jejaknya melaporkan ke polisi. Karena, dia merasa tidak bisa mewakili keresahan masyarakat yang sebelumnya di sebutkan jumlahnya cukup banyak di media. “Jangan saya sendiri, katanya banyak masyarakat yang resah soal ini. Mana, ayo sama-sama kita maju. Ingat, ini untuk ke pentingan bersama,” katanya.




BACA SELANJUTNYA






Quote:









"SEMOGA THREAD INI BERMANFAAT"

sekali lagi mohon dibantu rating 5 yah gan :rate5



sekalian kalo agan-agan berkenan cendolnya gan :toast, jangan di :batabig



hehe :o





Tidak ada komentar:

Posting Komentar